Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami perihal buronnya Bupati Mamberamo Tengah nonaktif Ricky Ham Pagawak, sebelum akhirnya tertangkap pada Minggu (19/2).
Ricky sempat melarikan diri ke Papua Nugini, kemudian keberadaannya kembali terdeteksi di Papua pada Januari 2023. Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan Ricky diduga memasuki wilayah Indonesia secara ilegal.
"Dugaannya bukan melalui jalur resmi. Dia melalui jalur dan jalan tikus," kata Ali kepada wartawan, dikutip Rabu (22/2).
Ricky merupakan tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) proyek pembangunan di Pemkab Mamberamo Tengah. Politikus Partai Demokrat itu masuk daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak Juli 2022.
Penyidik berhasil menangkap Ricky di lokasi persembunyiannya, usai memperoleh informasi dari sosok penghubung yang sempat diamankan sebelumnya. Dari informasi tersebut, KPK bersama Direktorat Pidana Umum Polda Papua mendatangi rumah persembunyiannya di kawasan Abepura.
Ali mengungkapkan, penyidik mulanya telah mencoba mengetuk pintu gerbang, namun tidak ada jawaban dari dalam. Kendati demikian, tim yang meyakini keberadaan Ricky lantas mendobrak pintu dan masuk ke rumah tersebut.
"Saat itu dia sedang duduk, dan kemudian kaget, ada tim dari KPK masuk. Kami serahkan surat penangkapan, surat penyidikannya dan administrasi lainnya. Kemudian dia kooperatif," tutur Ali.
Ditambahkan Ali, penyidik akan mendalami alasan Ricky kembali ke Indonesia setelah sempat kabur ke Papua Nugini melalui Skouw. Hal ini sebelumnya juga ditegaskan Ketua KPK Firli Bahuri, saat mengumumkan penahanan Ricky pada Senin (20/2).
"Terkait kenapa RHP kembali ke Papua, ini masih kita dalami," kata Ketua KPK Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Firli mengatakan, tim penyidik masih perlu mendalami alasan Ricky kembali ke Papua karena penyidik masih fokus mengusut perkara utama yang menjerat politikus Partai Demokrat itu.
"Pemeriksaan kali ini masih fokus kepada perkara pokok, yaitu suap, gratifikasi, dan TPPU yang diduga dilakukan RHP. Hal yang lainnya masih perlu didalami," ujar Firli.
Terkait Ricky yang kabur dari pemeriksaan akan menjadi alasan pemberat di pengadilan. Namun, Firli menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada jaksa penuntut umum (JPU).
"Apakah RHP dengan melarikan diri itu termasuk tidak kooperatif dan itu juga menjadi pertimbangan apakah ini faktor-faktor pemberat? Tentu itu menjadi pertimbangan para JPU dalam rangka menyusun dakwaan. Saya tidak ingin mendahului karena itu adalah ranahnya JPU," tutur Firli.
Perkara ini juga menjerat Direktur Utama (Dirut) PT Bina Karya Raya (BKR), Simon Pampang; Direktur PT Bumi Abadi Perkasa (BAP), Jusieandra Pribadi Pampang; serta Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM), Marten Toding.
Ricky dengan kewenangannya sebagai bupati diduga menentukan secara sepihak kontraktor yang akan mengerjakan proyek-proyek pembangunan di Mamberamo Tengah dengan nilai belasan miliar rupiah. Ricky juga diduga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak, yang dalam penelusurannya terjadi TPPU. Adapun besaran uang korupsi yang dinikmati Ricky diduga mencapai Rp200 miliar dan masih terus didalami oleh penyidik.
Atas perbuatannya, Ricky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.